Sabtu, 03 Juli 2010

Warga Papua di Yogyakarta Tuntut Pencabutan DOM di Puncak Jaya


Warga Papua di Yogyakarta Tuntut Pencabutan DOM di Puncak Jaya
Senin, 21 Juni 2010 12:29:00

YOGYA (KRjogja.com) - Puluhan warga Papua di Yogyakarta yang tergabung dalam Solidarutas Untuk Papua (SUP) melakukan aksi unjuk rasa di Tugu Yogyakarta, Senin (21/6). Warga papua yang didominasi para mahasiswa ini menuntut pencabutan status Daerah Operasi Militer (DOM) yang diberlakukan di Kabupaten Puncak Jaya, Papua.

Koordinator Umum aksi, Leksi Degei menyatakan, kejadian di Distrik Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya selama ini luput dari pemberitaan media. Pasalnya, kawasan tersebut telah diambil alih oleh aparat TNI dan Polri sejak tanggal 7 Juni 2010 lalu.

"Kita tidak tahu kenapa ada kesepakatan Pemda Tingkat II Puncak Jaya, Pangdam XVII Trikora dan Polda Papua mengenai status DOM di kawasan Puncak Jaya tersebut. Tidak ada publikasi media disana, padahal telah terjadi pelanggaran HAM berat," terangnya di sela massa aksi.

Leksi menambahkan, pihaknya mengajak seluruh kalangan untuk membuka mata mengenai kejadian di Puncak Jaya tersebut, dimana kebijakan bumi hangus, memaksa seluruh warga Puncak Jaya harus segera meninggalkan daerahnya paling lambat hingga 28 Juni 2010. Warga Puncak Jaya seolah terusir dari tanah kelahirannya sendiri.

"Semua warga disisir oleh TNI, banyak pembunuhan keji yang terjadi. Kami meminta untuk menghentikan aksi bumi hangus tersebut dan segera mencabut status DOM di sana," imbuhnya.

Massa aksi memberikan tenggat waktu kepada pemerintah untuk mencabut status DOM tersebut hingga Sabtu (26/6) mendatang. Jika tuntutan mereka tidak juga dipenuhi, maka massa meminta status otorita bagi Papua.

"Pemerintah SBY yang paling bertanggung jawab atas kejadian ini. Aksi kali ini hanya sebagai publikasi awal. Setelah ini, kami akan menggelar aksi nasional yang lebih besar lagi di Jakarta," ujar Leksi.

Dalam aksi ini, warga Papua sempat melakukan longmarch dari Tugu Yogyakarta menuju perempatan Kantor Pos Besar Yogyakarta dengan berjalan kaki. Sekitar satu jam menggelar aksi, massa membubarkan diri dengan pengawasan ketat aparat Satuan Samapta Poltabes Yogyakarta. (Dhi)

Sumber : http://www.krjogja.com/news/detail/37857/Warga.Papua.di.Yogyakarta.Tuntut.Pencabutan.DOM.di.Puncak.Jaya..html
=============
“Segera Cabut Status Daerah Operasi Militer (DOM) dan Kebijakan Bumi Hangus dari Distrik Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya – Papua”

Rezim Fasis Boneka Susilo Bambang Yudhoyono antek Imperialis Amerika pada awal masa jabatannya pada periode pertama pernah menyampaikan akan menyelesaikan masalah Papua secara "mendasar, menyeluruh, dan bermartabat". Niat SBY itu, terasa kian menjauh setelah periode ke-dua SBY menjabat sebagai orang nomor 1 di Indonesia, jika kita menyimak apa yang kini terjadi di Papua, khususnya mengenai pemberlakuan Status Dearah Operasi Militer (DOM) atau Kebijakan Bumi Hangus di Distrik Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya – Papua, yang dibuat melalui kesepakatan antara Pemerintah Daerah Tingkat II Puncak Jaya, Pangdam XVII Trikora dan Polda Papua pada bulan Mei 2010. Dalam kesepakatan antara Pemda Puncak Jaya, Pangdan XVII/Trikora dan Polda Papua meminta agar semua warga massa rakyat setempat dan pemimpin gereja, termasuk perempuan, pemuda, anak-anak, pemimpin tradisional dan kepala desa segera keluar dari wilayah Distrik Tingginambut paling lambat antara 27 - 28 Juni 2010. Hal ini membuktikan semakin fasis-nya rezim dan menunjukan watak klas penguasa hari ini yang anti-Rakyat dan selalu bersembunyi di balik slogan Demokrasi dan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM)

Tanggal terakhir bagi pengosongan wilayah Distrik Tingginambut adalah 28 Juni 2010, karena setelah tanggal tersebut Kabupaten Puncak Jaya akan menjadi Daerah Operasi Militer (DOM) di mana alat reaksioner negara (TNI dan Polr) akan melakukan operasi sapu bersih/sweeping di desa-desa, hutan dan bahkan gua. Pengumuman yang dikeluarkan ini sangat keras yang dilakukan oleh alat reaksioner negara (TNI dan Polri) menyatakan bahwa setelah 28 Juni 2010, setiap orang yang masih berada di daerah tersebut akan tewas dalam sebuah “Kebijakan Bumi Hangus”. Alat reaksioner negara (TNI dan Polri) akan mengambil tindakan brutal. Mereka tidak akan memperhatikan Hak Asasi Manusia (HAM) dan akan membunuh tanpa pandang bulu. Sebagai bukti dari fakta ini, bahkan sebelum operasi ini dimulai, dua bulan sebelumnya, tepatnya pada hari Rabu 17 Maret 2010, Pdt. Kindeman Gire ditembak mati oleh TNI dari kesatuan 756 di Distrik Ilu. Kindeman adalah seorang Gembala Sidang Gereja GIDI Toragi Distrik Tingginambut. Korban atas nama Pdt. Kindeman Gire ditembak dengan senjata 2 kali, sejak tanggal ditembak itulah sampai hari ini belum ditemukan jasat korban. Kecurigaan besar keluarga korban adalah kemungkinan TNI memultilasi (memotong-motong) tubuh korban kemudian dimasukan kedalam karung lalu membuangnya di Sungai Tinggin atau di Sungai Yamo bahkan mungkin di sungai Guragi ataukah mungkin mereka kuburkan. Selain itu Gereja GIDI di Yogorini, Pilia, Yarmukum telah dibakar habis oleh alat reaksioner negara (TNI dan Polri). Gereja GIDI di Yarmukum adalah sebuah gereja yang baru dibangun dengan kapasitas 500 tempat duduk, yang belum resmi dibuka.

Pada tanggal yang sama yaitu 17 Maret 2010 malam, TNI terus beroperasi dari arah Desa Kalome menuju di ibu kota Distrik Tingginambut, di daerah tersebut terdapat sebuah rumah Honai (rumah adat Papua) yang mana berada sekelompok massa rakyat yang sedang tertidur lalu mereka dikepung oleh anggota TNI yang sama setelah menembak mati Pdt. Kindeman Gire pada jam 5 sore hari kemarinya dan pada pagi jam 05.00 subuh hari, Kamis Tanggal 18 Maret 2010 TNI mengepung sejumlah warga yang ada dalam satu honai itu berjumlah 13 orang. Tidak ada satupun yang lolos semuanya tertangkap lalu penyiksaan dilakukan oleh TNI. Penyiksaan yang dialami ke 13 korban sangat berat dan bahkan lebih buruk dan banyak dari mereka tinggal menungguh waktu untuk mati karena hantaman bokong senjata dan tusukan pisau sangkur. Ke 13 nama korban tersebut adalah Garundinggen Morib (45 Thn), Ijokone Tabuni (35 Thn), Etiles Tabuni (24 Thn), Meiles Wonda (30 Thn), Jigunggup Tabuni (46 Thn), Nekiler Tabuni (25 Thn), Biru Tabuni (51 Thn sedang sakit parah), Tiraik Morib (29 Thn), Yakiler Wonda (34 Thn), Tekius Wonda (20 Thn), Neriton Wonda (19 Thn), Yuli Wonda (23 Thn), dan Kotoran Tabuni (42 Thn). Sampai hari ini kondisi mereka sangat memprihatinkan. Serta hingga hari ini sulit mendapatkan gambar karena memang kondisi kontrol alat reaksioner negara (TNI maupun Polri) terhadap segala akses informasi yang masuk dan keluar dari Kabupaten Puncak Jaya.

Selanjutnya pembantaian terhadap warga sipil tidak berdosa terus berlanjut, tepatnya pukul 16.00 hingga 21.00 pada hari Senin tanggal 23 Maret 2010, TNI dari Kesatuan Yonif 753 yang bertugas di Pos Puncak Senyum Distrik Mulia Ibu Kota Kabupaten Puncak Jaya melakukan operasi sapu bersih terhadap warga massa rakyat yang bermukim disekitar Desa Wondenggobak. Akibat tembakan membabi buta ini, mengakibatkan Enditi Tabuni seorang anak mantu dari Pdt. Yason Wonda, Wakil Ketua Klasis GIDI Mulia tertembak hingga mati dan tembakan membabi buta itu mengenai seorang ibu rumah tangga yang sedang tidur hingga peluru bersarang di lututnya, mengakibatkan korban harus di larikan ke rumah sakit umum Jayapura karena kesulitan melakukan operasi di rumah sakit umum Mulia, Puncak Jaya. Kemungkinan korban akan sembuh, kalau tidak kakinya harus diamputasi dan kemungkinan terburuk korban akan meninggal dunia. Itulah wajah, karakter dan model alat reaksioner negara (TNI dan Polri) yang bermental pengecut sehingga perempaun pun ditembak atau dibantai secara tidak manusiawi.

Hingga saat ini belum terdata secara pasti berapa jumlah korban jiwa dan material yang berjatuhan karena begitu ketatnya kontrol akses informasi yang dilakukan oleh alat reaksioner negara (TNI dan Polri). Dan pengungsian ratusan hingga ribuan massa rakyat Papua dari Distrik Tinginambut tersebut sejak kemarin 07 Juni 2010 telah masuk di Wilayah Kabupaten Jayawijaya - Wamena dan diperkirakan pengungsian lain akan menyusul. Selain itu pengungsian dari Distrik Tinginambut tersebut juga telah masuk di beberapa daerah seperti : Ilaga, Sinak, Kuyawagi, Ilu dan beberapa Kabupaten di Pegunungan Papua. Selain itu tenda-tenda pengungsian yang telah memasuki Kecamatan Wunineri Kabupaten Tolikara dilarang didirikan tanpa alasan yang jelas oleh Militer. Alat reaksioner negara dari gabungan kesatuan TNI AD, TNI AU, TNI AL dan Polri (Brimob) telah menguasai hampir seluruh pelosok dan kota Kabupaten Puncak Jaya, bahkan kendali pemerintahan sepenuhnya dikuasai oleh alat reaksioner negara (TNI dan Polri). Hingga saat ini tindakan pembakaran terhadap rumah-rumah warga massa Rakyat, Gereja, penembakan ternak, penelanjangan terhadap perempuan dan intimidasi terhadap massa rakyat Papua terus berlanjut.

Dengan banyaknya korban jiwa dan material yang terus berjatuhan dan tindakan kekerasan yang terus dilakukan oleh alat reaksioner negara (TNI/Polri) terhadap warga sipil tidak berdosa hingga hari ini di Puncak Jaya, Papua, maka kami dari Solidaritas Untuk Papua (SUP) menuntut dan mendesak rezim fasis SBY-Budiono untuk segera :

1. Cabut status Daerah Operasi Militer (DOM) dan Kebijakan Bumi Hangus dari Tingginambut, Puncak Jaya-Papua paling lambat tanggal 26 Juni 2010
2. KOMNAS HAM segera menyelidiki kasus Kekerasan Militer di Tingginambut, Puncak Jaya-Papua
3. Hentikan dan Tarik Pengiriman Militer Organik dan Non-Organik ke Puncak Jaya dan seluruh Papua
4. Hentikan Intimidasi dan Kekerasan Militer di Puncak Jaya dan seluruh Papua

Demikian statement solidaritas ini kami buat, jika tuntutan kami tidak segera dipenuhi oleh rezim hari ini, maka kami akan mengalang solidaritas yang seluas-luasnya untuk mendesak pencabutan status Dearah Operasi Militer (DOM) atau ‘Kebijakan Bumi Hangus” di Distrik Tingginambut, Puncak Jaya – Papua.

Yogyakarta, 21 Juni 2010

Koordinator Umum

Leksi Degei
============

Warga Papua di Yogyakarta Tuntut Pencabutan DOM di Puncak Jaya


Warga Papua di Yogyakarta Tuntut Pencabutan DOM di Puncak Jaya
Senin, 21 Juni 2010 12:29:00

YOGYA (KRjogja.com) - Puluhan warga Papua di Yogyakarta yang tergabung dalam Solidarutas Untuk Papua (SUP) melakukan aksi unjuk rasa di Tugu Yogyakarta, Senin (21/6). Warga papua yang didominasi para mahasiswa ini menuntut pencabutan status Daerah Operasi Militer (DOM) yang diberlakukan di Kabupaten Puncak Jaya, Papua.

Koordinator Umum aksi, Leksi Degei menyatakan, kejadian di Distrik Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya selama ini luput dari pemberitaan media. Pasalnya, kawasan tersebut telah diambil alih oleh aparat TNI dan Polri sejak tanggal 7 Juni 2010 lalu.

"Kita tidak tahu kenapa ada kesepakatan Pemda Tingkat II Puncak Jaya, Pangdam XVII Trikora dan Polda Papua mengenai status DOM di kawasan Puncak Jaya tersebut. Tidak ada publikasi media disana, padahal telah terjadi pelanggaran HAM berat," terangnya di sela massa aksi.

Leksi menambahkan, pihaknya mengajak seluruh kalangan untuk membuka mata mengenai kejadian di Puncak Jaya tersebut, dimana kebijakan bumi hangus, memaksa seluruh warga Puncak Jaya harus segera meninggalkan daerahnya paling lambat hingga 28 Juni 2010. Warga Puncak Jaya seolah terusir dari tanah kelahirannya sendiri.

"Semua warga disisir oleh TNI, banyak pembunuhan keji yang terjadi. Kami meminta untuk menghentikan aksi bumi hangus tersebut dan segera mencabut status DOM di sana," imbuhnya.

Massa aksi memberikan tenggat waktu kepada pemerintah untuk mencabut status DOM tersebut hingga Sabtu (26/6) mendatang. Jika tuntutan mereka tidak juga dipenuhi, maka massa meminta status otorita bagi Papua.

"Pemerintah SBY yang paling bertanggung jawab atas kejadian ini. Aksi kali ini hanya sebagai publikasi awal. Setelah ini, kami akan menggelar aksi nasional yang lebih besar lagi di Jakarta," ujar Leksi.

Dalam aksi ini, warga Papua sempat melakukan longmarch dari Tugu Yogyakarta menuju perempatan Kantor Pos Besar Yogyakarta dengan berjalan kaki. Sekitar satu jam menggelar aksi, massa membubarkan diri dengan pengawasan ketat aparat Satuan Samapta Poltabes Yogyakarta. (Dhi)

Sumber : http://www.krjogja.com/news/detail/37857/Warga.Papua.di.Yogyakarta.Tuntut.Pencabutan.DOM.di.Puncak.Jaya..html
=============
“Segera Cabut Status Daerah Operasi Militer (DOM) dan Kebijakan Bumi Hangus dari Distrik Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya – Papua”

Rezim Fasis Boneka Susilo Bambang Yudhoyono antek Imperialis Amerika pada awal masa jabatannya pada periode pertama pernah menyampaikan akan menyelesaikan masalah Papua secara "mendasar, menyeluruh, dan bermartabat". Niat SBY itu, terasa kian menjauh setelah periode ke-dua SBY menjabat sebagai orang nomor 1 di Indonesia, jika kita menyimak apa yang kini terjadi di Papua, khususnya mengenai pemberlakuan Status Dearah Operasi Militer (DOM) atau Kebijakan Bumi Hangus di Distrik Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya – Papua, yang dibuat melalui kesepakatan antara Pemerintah Daerah Tingkat II Puncak Jaya, Pangdam XVII Trikora dan Polda Papua pada bulan Mei 2010. Dalam kesepakatan antara Pemda Puncak Jaya, Pangdan XVII/Trikora dan Polda Papua meminta agar semua warga massa rakyat setempat dan pemimpin gereja, termasuk perempuan, pemuda, anak-anak, pemimpin tradisional dan kepala desa segera keluar dari wilayah Distrik Tingginambut paling lambat antara 27 - 28 Juni 2010. Hal ini membuktikan semakin fasis-nya rezim dan menunjukan watak klas penguasa hari ini yang anti-Rakyat dan selalu bersembunyi di balik slogan Demokrasi dan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM)

Tanggal terakhir bagi pengosongan wilayah Distrik Tingginambut adalah 28 Juni 2010, karena setelah tanggal tersebut Kabupaten Puncak Jaya akan menjadi Daerah Operasi Militer (DOM) di mana alat reaksioner negara (TNI dan Polr) akan melakukan operasi sapu bersih/sweeping di desa-desa, hutan dan bahkan gua. Pengumuman yang dikeluarkan ini sangat keras yang dilakukan oleh alat reaksioner negara (TNI dan Polri) menyatakan bahwa setelah 28 Juni 2010, setiap orang yang masih berada di daerah tersebut akan tewas dalam sebuah “Kebijakan Bumi Hangus”. Alat reaksioner negara (TNI dan Polri) akan mengambil tindakan brutal. Mereka tidak akan memperhatikan Hak Asasi Manusia (HAM) dan akan membunuh tanpa pandang bulu. Sebagai bukti dari fakta ini, bahkan sebelum operasi ini dimulai, dua bulan sebelumnya, tepatnya pada hari Rabu 17 Maret 2010, Pdt. Kindeman Gire ditembak mati oleh TNI dari kesatuan 756 di Distrik Ilu. Kindeman adalah seorang Gembala Sidang Gereja GIDI Toragi Distrik Tingginambut. Korban atas nama Pdt. Kindeman Gire ditembak dengan senjata 2 kali, sejak tanggal ditembak itulah sampai hari ini belum ditemukan jasat korban. Kecurigaan besar keluarga korban adalah kemungkinan TNI memultilasi (memotong-motong) tubuh korban kemudian dimasukan kedalam karung lalu membuangnya di Sungai Tinggin atau di Sungai Yamo bahkan mungkin di sungai Guragi ataukah mungkin mereka kuburkan. Selain itu Gereja GIDI di Yogorini, Pilia, Yarmukum telah dibakar habis oleh alat reaksioner negara (TNI dan Polri). Gereja GIDI di Yarmukum adalah sebuah gereja yang baru dibangun dengan kapasitas 500 tempat duduk, yang belum resmi dibuka.

Pada tanggal yang sama yaitu 17 Maret 2010 malam, TNI terus beroperasi dari arah Desa Kalome menuju di ibu kota Distrik Tingginambut, di daerah tersebut terdapat sebuah rumah Honai (rumah adat Papua) yang mana berada sekelompok massa rakyat yang sedang tertidur lalu mereka dikepung oleh anggota TNI yang sama setelah menembak mati Pdt. Kindeman Gire pada jam 5 sore hari kemarinya dan pada pagi jam 05.00 subuh hari, Kamis Tanggal 18 Maret 2010 TNI mengepung sejumlah warga yang ada dalam satu honai itu berjumlah 13 orang. Tidak ada satupun yang lolos semuanya tertangkap lalu penyiksaan dilakukan oleh TNI. Penyiksaan yang dialami ke 13 korban sangat berat dan bahkan lebih buruk dan banyak dari mereka tinggal menungguh waktu untuk mati karena hantaman bokong senjata dan tusukan pisau sangkur. Ke 13 nama korban tersebut adalah Garundinggen Morib (45 Thn), Ijokone Tabuni (35 Thn), Etiles Tabuni (24 Thn), Meiles Wonda (30 Thn), Jigunggup Tabuni (46 Thn), Nekiler Tabuni (25 Thn), Biru Tabuni (51 Thn sedang sakit parah), Tiraik Morib (29 Thn), Yakiler Wonda (34 Thn), Tekius Wonda (20 Thn), Neriton Wonda (19 Thn), Yuli Wonda (23 Thn), dan Kotoran Tabuni (42 Thn). Sampai hari ini kondisi mereka sangat memprihatinkan. Serta hingga hari ini sulit mendapatkan gambar karena memang kondisi kontrol alat reaksioner negara (TNI maupun Polri) terhadap segala akses informasi yang masuk dan keluar dari Kabupaten Puncak Jaya.

Selanjutnya pembantaian terhadap warga sipil tidak berdosa terus berlanjut, tepatnya pukul 16.00 hingga 21.00 pada hari Senin tanggal 23 Maret 2010, TNI dari Kesatuan Yonif 753 yang bertugas di Pos Puncak Senyum Distrik Mulia Ibu Kota Kabupaten Puncak Jaya melakukan operasi sapu bersih terhadap warga massa rakyat yang bermukim disekitar Desa Wondenggobak. Akibat tembakan membabi buta ini, mengakibatkan Enditi Tabuni seorang anak mantu dari Pdt. Yason Wonda, Wakil Ketua Klasis GIDI Mulia tertembak hingga mati dan tembakan membabi buta itu mengenai seorang ibu rumah tangga yang sedang tidur hingga peluru bersarang di lututnya, mengakibatkan korban harus di larikan ke rumah sakit umum Jayapura karena kesulitan melakukan operasi di rumah sakit umum Mulia, Puncak Jaya. Kemungkinan korban akan sembuh, kalau tidak kakinya harus diamputasi dan kemungkinan terburuk korban akan meninggal dunia. Itulah wajah, karakter dan model alat reaksioner negara (TNI dan Polri) yang bermental pengecut sehingga perempaun pun ditembak atau dibantai secara tidak manusiawi.

Hingga saat ini belum terdata secara pasti berapa jumlah korban jiwa dan material yang berjatuhan karena begitu ketatnya kontrol akses informasi yang dilakukan oleh alat reaksioner negara (TNI dan Polri). Dan pengungsian ratusan hingga ribuan massa rakyat Papua dari Distrik Tinginambut tersebut sejak kemarin 07 Juni 2010 telah masuk di Wilayah Kabupaten Jayawijaya - Wamena dan diperkirakan pengungsian lain akan menyusul. Selain itu pengungsian dari Distrik Tinginambut tersebut juga telah masuk di beberapa daerah seperti : Ilaga, Sinak, Kuyawagi, Ilu dan beberapa Kabupaten di Pegunungan Papua. Selain itu tenda-tenda pengungsian yang telah memasuki Kecamatan Wunineri Kabupaten Tolikara dilarang didirikan tanpa alasan yang jelas oleh Militer. Alat reaksioner negara dari gabungan kesatuan TNI AD, TNI AU, TNI AL dan Polri (Brimob) telah menguasai hampir seluruh pelosok dan kota Kabupaten Puncak Jaya, bahkan kendali pemerintahan sepenuhnya dikuasai oleh alat reaksioner negara (TNI dan Polri). Hingga saat ini tindakan pembakaran terhadap rumah-rumah warga massa Rakyat, Gereja, penembakan ternak, penelanjangan terhadap perempuan dan intimidasi terhadap massa rakyat Papua terus berlanjut.

Dengan banyaknya korban jiwa dan material yang terus berjatuhan dan tindakan kekerasan yang terus dilakukan oleh alat reaksioner negara (TNI/Polri) terhadap warga sipil tidak berdosa hingga hari ini di Puncak Jaya, Papua, maka kami dari Solidaritas Untuk Papua (SUP) menuntut dan mendesak rezim fasis SBY-Budiono untuk segera :

1. Cabut status Daerah Operasi Militer (DOM) dan Kebijakan Bumi Hangus dari Tingginambut, Puncak Jaya-Papua paling lambat tanggal 26 Juni 2010
2. KOMNAS HAM segera menyelidiki kasus Kekerasan Militer di Tingginambut, Puncak Jaya-Papua
3. Hentikan dan Tarik Pengiriman Militer Organik dan Non-Organik ke Puncak Jaya dan seluruh Papua
4. Hentikan Intimidasi dan Kekerasan Militer di Puncak Jaya dan seluruh Papua

Demikian statement solidaritas ini kami buat, jika tuntutan kami tidak segera dipenuhi oleh rezim hari ini, maka kami akan mengalang solidaritas yang seluas-luasnya untuk mendesak pencabutan status Dearah Operasi Militer (DOM) atau ‘Kebijakan Bumi Hangus” di Distrik Tingginambut, Puncak Jaya – Papua.

Yogyakarta, 21 Juni 2010

Koordinator Umum

Leksi Degei
============

Rabu, 30 Juni 2010

Solidaritas Rakyat Papua Tolak MIFEE (SORPATOM)

Solidaritas Rakyat Papua Tolak MIFEE
(SORPATOM)
Sekretariat : Aspuri Maro, Kompleks Muyu-Mandobo, Padang Bulan - Abepura

Siaran Pers
No.  01/VI/2010

Program MIFEE (Merauke Integrated Food and Energy Estate) telah dicanangkan secara resmi oleh Bupati Merauke, Jhon Gluba Gebze pada perayaan HUT kota Merauke ke 108 tanggal 12 Februari 2010. MIFEE atau pengembangan produksi pangan yang dilakukan secara terintegrasi mencakup pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan di Merauke, dicanangkan guna membuat program srategis yang berorientasi eksport. Proyek MIFEE melibatkan 32 Investor yang bergerak di bidang perkebunan, pertanian tanaman pangan, perikanan darat, peternakan, konstruksi, dan industri pengolahan kayu. Proyek ini akan beroperasi di hampir semua distrik di Merauke dan 1 distrik masing-masing di Mappi  dan Boven Digoel. Lahan seluas 1.616.234,56 Hektar yang kaya akan kayu alam, binatang dan sumber makanan pokok satu-satunya bagi kaum pribumi setempat itu akan dihancurkan dan digantikan dengan perkebunan kelapa sawit, kedelai, jagung, industri kayu, perikanan darat dan peternakan  guna memenuhi  semua kebutuhan Imperialis, Borjuasi Besar Komprador (Konglomerat) dan Kapitalis Birokrat (Pejabat Pemerintah).

MIFEE, bertolak belakang dengan propaganda sepihak para penggagasnya,  merupakan wujud penghancuran terhadap komunitas masyarakat adat pemilik hak ulayat atau Tuan Tanah Tipe Lama (Tipe 1) di kabupaten Merauke, Mappi dan Boven Digoel oleh Tuan Tanah Tipe 2 (32 Investor) dan Tuang Tanah Tipe 3 (Pemerintah RI). Tuan Tanah Tipe 2 dan Tuan Tanah Tipe 3 adalah perpanjangan tangan dari Imperialis AS. Mereka mendapat sokongan dana dari Imperialis dan bersarang dalam lingkaran oligarki finansial. Tugas Tuan Tanah Tipe 2 dan Tuan Tanah Tipe 3 adalah menyediakan semua yang dibutuhkan oleh Imperialis : bahan mentah murah bagi industri  Imperialis, upah buruh murah dan wilayah dengan jumlah penduduk yang terkonsentrasi sebagai pasar potensial bagi barang-barang produksi Imperialis.

Pemerintahan Boneka Imperialis saat ini adalah Rezim Fasis Reaksioner SBY-Boediono yang menjadi Tuan Tanah Tipe 3. Rezim  Fasis Reaksioner  SBY-Boediono yang memegang tampuk pemerintahan Republik Indonesia saat ini adalah Tuan Tanah Besar di Indonesia karena kedudukannya sebagai penguasa di seluruh Nusantara.  Dalam konteks Papua, Rezim Fasis Reaksioner SBY-Boediono adalah  Tuan Tanah Tipe  3.  Rezim ini anti-rakyat dan tugasnya adalah : (1) membuat undang-undang,  peraturan pemerintah dan Inpres (payung hukum) dan jasa legislasi di Parlemen untuk meloloskan semua kepentingan Tuan Tanah Tipe 2 dalam rangka merampas semua tanah milik Tuan Tanah Tipe 1; (2) bersama Tuan Tanah Tipe 2 merancang dan mempraktekkan sewa tanah yang dimanipulasi dengan berbagai istilah seperti Kontrak Karya, Biaya HGU, Biaya HGB, Biaya HTI, Biaya HPH dan berbagai macam retribusi; (3) mengontrol produksi secara langsung melalui PT Perkebunan Nusantara yang memiliki 14 Perusahaan Induk dan Perhutani yang berkedok Hutan Tanaman Industri; (4)  menyediakan alat reaksioner (TNI-Polri) untuk melindungi semua keputusannya sambil mengintimidasi dan menjaga serta memastikan agar Tuan Tanah Tipe 2 tidak boleh diserang oleh Tuan Tanah Tipe 1 yang tanahnya dirampas maupun oleh buruh murah yang tenaganya diperas oleh Tuan Tanah Tipe 2.

Beberapa payung hukum yang dibuat oleh Tuan Tanah Tipe 3 antara lain : (1) Undang-Undang (UU) Nomor  27 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, (2) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah, (3) Peraturan Pemerintah (PP) 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Nasional (RTRWN), (4) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2  Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak dari penggunaan Kawasan Hutan untuk Kepentingan di Luar Kegiatan Kehutanan, (5) Peraturan Pemerintah (PP) No 24/2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan, (5) Peraturan Pemerintah (PP) No 10/2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, (6) Inpres No.5 tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi tahun 2008-2009 dan (7) Raperda Kabupaten Merauke Tahun 2009 Tentang Merauke Integrated Food and Eenergy Estate  yang dibuat oleh Pemkab Merauke.

Rezim Fasis Reaksioner sebelumnya yaitu Soeharto sampai Megawati Soekarnoputri kemudian SBY-JK dan Rezim Fasis Reaksioner saat ini SBY-Boediono sebagai Tuan Tanah Tipe 3 membuat dan menerapkan Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), Instruksi Presiden (Inpres) dan Peraturan Daerah (Perda) yang disebutkan diatas dengan satu tujuan yaitu merampas tanah adat milik Tuan Tanah Tipe 1 di Merauke, Mappi dan Boven Digoel dan memberikannya secara bertahap kepada Tuan Tanah Tipe 2 agar tanah dan kekayaan alam bisa dikelola melalui proyek MIFEE sesuai skema dan petunjuk langsung dari tuan Imperialis mereka.

Sedikitnya 4 juta orang akan didatangkan dari luar Papua untuk bekerja sebagai buruh-tani dalam proyek MIFEE. Ini artinya akan ada pertambahan penduduk sekitar 4 juta buruh-tani + 4 juta (suami/istri buruh-tani) + 8 juta (2 orang anak mereka sesuai standar KB) + 8 juta (2 orang kerabat buruh-tani) = 24 juta orang. Dengan jumlah populasi penduduk pribumi Merauke yang hanya sekitar 52.413 orang atau sekitar 30% dari 174.710 total penduduk Kabupaten Merauke (Papua dan Non Papua) maka dapat dipastikan bahwa genosida atau pemusnahan komunitas pribumi akan terjadi secara spontan.

Dampak negativ dari proyek MIFEE saat ini mulai dirasakan masyarakat setempat. Di Kampung Boepe, Distrik Kaptel kabupaten Merauke, masyarakat pribumi sudah mulai kesulitan mendapatkan kayu bakar, binatang buruan, air bersih dan makanan pokok mereka yaitu Sagu. Hal ini karena PT Medco Papua Industri Lestari, salah satu Anak Perusahaan Medco Group ini sudah membabat habis hutan dan sumber-sumber makanan bagi  masyarakat setempat. Selain itu limbah hasil Pengolahan Kayu Serpih dibuang di sungai sehingga mencemari sumber air satu-satunya di Kampung Boepe.

Salah satu kejahatan Tuan Tanah Tipe 2 dan Tuang Tanah Tipe 3 dalam kasus MIFEE yang sulit diterima akal sehat adalah penipuan terang-terangan terhadap Tuan Tanah Tipe 1.  Mereka membayar ganti rugi hanya Rp. 8,- /M2 , sebuah nilai yang lebih murah dari harga 1 buah pisang goreng.  Dari data-data yang dikumpulkan oleh beberapa aktivis LSM di Merauke, diketahui bahwa dana ganti rugi memang berjumlah Milyaran Rupiah, tetapi setelah dibagi kepada semua anggota Komunitas Tuan Tanah Tipe 1, setiap orang hanya mendapat Rp. 200.000 sampai Rp. 300.000. Angka ini jelas tidak sebanding dengan keuntungan yang akan diperoleh oleh Imperialis, Borjuasi Besar Komprador (Konglomerat) dan Kapitalis Birokrat (Pejabat Pemerintah) dari proyek MIFEE. Penghancuran hutan dan sumber-sumber makan milik  masyarakat pribumi (Tuan Tanah Tipe 1) tidak lain adalah cara kaum Imperialis, Borjuasi Besar Komprador (Konglomerat) dan Kapitalis Birokrat (Pejabat Pemerintah) untuk menjebak mereka supaya menggantungkan hidupnya dengan menjadi buruh-tani dengan upah murah dalam proyek MIFEE.

Berdasarkan uraian fakta-fakta diatas, kami yang tergabung dalam Solidaritas Rakyat Papua Tolak MIFEE (SORPATOM) menyatakan :

“Menolak kehadiran MIFEE di Wilayah Merauke, Mappi dan Boven Digoel karena MIFEE merupakan cara jitu yang dipakai oleh Tuan Tanah Tipe 3 dan Tuan Tanah Tipe 2  untuk merampok tanah dan hutan kami untuk kepentingan Imperialis”

Jayapura, 25 Juni 2010


Solidaritas Rakyat Papua Tolak MIFEE
(SORPATOM)




Diana Gebze                 Yairus Ambon
 Ketua                             Sekretaris

Rabu, 16 Juni 2010

Sidang Pleno MRP dan DAP Berlangsung Selama Tiga Hari Di Kantor MRP Kota Raja Luar

 Hari: Selasa,16/06/2010
Pukul,10:00 Waktu Papua Barat
Tempat: Kantor MRP-Kota Raja Luar

   Sidang Pleno tentang Evaluasi Otonomi Khusus (OTSUS) selama Delapan Tahun dan Evaluasi Kinerja Majelis Rakyat Papua (MRP) berlangsung selama dua (2) hari pada tanggal 09-10 Juni 2010,di Kota Raja Luar,tepatnya di kantor Majelis Rakyat Papua (MRP). Dalam kegiatan yang berlangsung sangat tertib dan sistematis.Pada Sidang Pleno ke-I menghadirkan berbagai materi dari berbagai pihak yang berkompeten dengan materi dari berbagai perspektif hukum,akademisi,politisi,agamawan dan Adat. Pada sidang pleno istimewa tersebut di hadiri oleh Tujuh Wilayah Dewan Adat di setiap Kabupaten yang datang memenuhi undangan.Namun sayangnya dari Eksekutif dan Legislatif Propinsi Papua tidak dapat menghadiri sidang pleno ke-I yang di selenggarakan lebih awal pada kegiatan hari pertama.Mereka yang tidak hadir dalam acara tersebut adalah Ketua DPRP Jhon Ibo dan Gubernur Propinsi Papua,tetapi di wakili oleh Asisten I Sekda Propinsi Papua,maka ini merupakan awal dari aksi protes dilakukan oleh peserta undangan maupun peserta yang hadir di luar pada saat itu.Maksud dari pada rakkyat bangsa papua adalah Gubernur dan Wakil Gubernur serta Ketua DPRP harus hadir dalam sidang pleno Ke-I dan II untuk dapat mempertanggungjawabkan kinerja MRP selama Lima Tahun  dan Evaluasi Otsus selama Delapan Tahun.Alasannya adalah mereka merupakan Inisiator utama Otsus di tanah papua pada Konggres Papua dua tahun 2000 di gedung Olah Raga Cenderawasih Jayapura,dimana Barnabas Suebu pernah sosialisasi tentang manfaat Otonomi Khusus bagi Orang Papua, secara terbuka dan gamblang di hadapan Rakyat Bangsa Papua Barat. Walaupun situasi sempat tegang antara Rakyat Bangsa Papua dan Panitia Sidang Pleno ke-I Majelis Rakyat Papua,namun situasi aman kembali. Masing-masing Dewan Adat Wilayah menyampaikan kajiannya tentang Implementasi Otsus di tanah Papua dari berbagai aspek yaitu Aspek Sosial Politik,Aspek Hukum dan HAM, Aspek Agama, Aspek Budaya, Aspek Pendidikan Ekonomi,Pendidikan dan Kesehatan. Dari hasil kajian yang ada di setiap wilayah adat menunjukan bahwa Implementasi "Otsus di Papua Gagal Total" di berbagi aspek,maka sikap sikap setiap Dewan Adat Wilayah menolak dengan tegas adanya Otsus di tanah Papua,karena dengan kehadiran Otsus di tanah Papua malah merugikan Manusia Papua dari berbagai aspek.

  Selanjutnya Sidang Pleno Kedua dapat dilanjutkan dengan sidang komisi-komisi yang membahas tentang masalah-masalah sebagaimana telah diulas pada sidang pleno ke-I dari setiap aspek. Komisi-komisi yang di bentuk adalah komisi A,B,C,D,E dan F, dari hasil pembahasan sidang komisi-komisi melahirkan berbagai hasil kajian sementara kemudian di rekomendasikan oleh komisi F dan hasil kajian yang ada di bacakan oleh setiap Ketua-Ketua Komisi. Meskipun sidang pleno terus berlangsung,namun menuai berbagai aksi protes dari berbagai Elemen masyarakat yang menanti hasil sidang pleno di luar ruangan kantor MRP,agar hasil sidang pleno ke-I dan II tidak dapat di politisir oleh kelompok kepentingan manapun,bahkan Komite Nasional Papua Barat melakukan Aksi Demo damai di depan kantor MRP dengan tujuan agar hasil tersebut tidak di politisir dan menuntut Referendum bagi Rakyat Bangsa Papua Barat.

  Hasil Rekomendasi tersebut di serahkan kepada Tim Perumus yang diambil oleh berbagi daerah,tetapi yang tidak di masukan adalah dari Boven Digoel. Walaupun demikian pembagian tugas kerja yang kurang adil itu tetap berjalan seperti biasa,tanpa ada ketimpangan. Pengumuman hasil Sidang Pleno ke-I dan II dilaksanakan pada hari: Selasa,16/06/2010 pada pukul 10:00 Waktu Papua Barat,bertempat di Kantor MRP Kota Raja Luar, di hadiri oleh undangan dari berbagai wilayah di tanah Papua Barat. Dalam Sidang Pleno terbuka itu,pesrta yang hadir di luar gedung sidang MRP sedikitnya 2000-an lebih. Pembacaan hasil sidang pleno ke-I dan II pada sidang pleno terbuka oleh Anggota Sekertaris MRP dan di sahkan oleh Ketua MRP Agus Alue Alua. Rencana untuk menghantarkan hasil Sidang Pleno Terbuka pada hari ini tanggal 16 Juni Tahun 2010, bersama-sama seluruh Rakyat Bangsa Papua Barat. Sementara Massa Rakyat Papua yang hadir bahkan sedang bersiap-siap,tetapi melalui hasil kesepakatan bersama dari setiap ketua-ketua Elemen pergerakan bahwa hasil sidang pleno tersebut akan diantarkan pada hari jumad,tanggal 19 Juni Tahun 2010. Maka peserta undangan maupun seluruh Rakyat Bangsa Papua yang hadir di arahkan untuk pulang dengan tertib ke rumah masing-masing.

Kamis, 27 Mei 2010

Polisi Kembali Melakukan Pelanggaran Ham Di Wilayah Waena

Hari:Kamis,27/05/2010
Pukul,11:00 waktu Papua Barat
Tempat: Di Depan Halaman Kampus STSP


Kota Madya Jayapura-Kehadiran polisi di Distrik Waena Kelurahan Waena,tepatnya di pintu masuk jalan belut,disitu terletak pos polisi di tengah-tengah masyarakat.Kehadiran polisi di Wilayah Distrik Waena Kelurahan Waena,membuat masyarakat secara sikologis tertekan,merasa panik dan takut.Kelahiran aparat kepolisian dari polres jayapura tidak hanya mengganggu masyarakat,tetapi juga telah menangkap,menganiaya masyarakat,serta melakukan penembakan terhadap salah seorang pemuda.

Pada hari kamis,27 Mei-2010,tepat pukul 11:00 siang,waktu papua barat,Polisi kembali melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia terhadap salah seorang pemuda warga Waena,Yakni menembak salah seorang Pemuda papua yakni TERY.HESEGEM,tepatnya didepan Kampus STSP SENI WAENA PAPUA.Motif kejadiaannya adalah ketika itu,TERY.HESEGEM bersama teman-teman lainnya sedang duduk sambil meneguk Minuman Keras (MIRAS) di depan Halaman Kampus STSP,namun kehadiran mereka sangat mengganggu menurut para dosen dan mahasiswa/i yang sedang melakukan aktivitas belajar mengajar,maka untuk menghindari hal itu,sebagian mahasiswa keluar memberikan teguran kepada mereka untuk menghindar dari halaman kampus,tetapi dari antara mereka berdiri dan menarik rambut salah seorang mahasiswa,akibat dari tindakan tersebut,maka mahasiswa yang lainnya memukul teman Tery.Hesegem untuk menghindar dari ancaman tersebut,namun dari antara mahasiswa yang ada sedang menghubungi pihak berwajib(POLISI)tak lama kemudian polisi dari Pos Jalan Belut datang tanpa bertanya banyak,menghayunkan tangan ke muka si korban Tery.Hesegem,korban dalam keadaan beralkohol jelas tidak terima atas tindakan polisi yang kurang ajar itu,maka korban juga melakukan pukulan pembalasan ke wajah polisi,pertengkaran tidak begitu lama,tiba-tiba saja salah seorang anggota polisi bertubuh kecil-kecil membuka kunci trekel senjata dan melepaskan tembakan kearah korban,TERY.HESEGEM dan mengenai tubuh korban di bagian rusuk kanan korban sebanyak dua kali,korban akhirnya lari menyelamatkan diri,tetapi sayang korban tidak bisa bertahan akhirnya jatuh pingsan di hadapan masyarakat banyak. Korban sementara sedang dirawat di Rumah Sakit Bayangkara,kondisi keselamatan korban sampai saat ini dalam keadaan kritis.Akibat dari tindakan itu,ternyata Polisi telah mencetak satu pelanggaran baru terhadap warga masyarakat papua,maka boleh dikatakan bahwa polisi tidak PROFESIONAL dalam menyelesaikan suatu masalah.Oleh sebab itu tindakan polisi penjajah ini tidak lain adalah mesin pembunuh manusia papua,kesimpulannya yang kita simpulkan adalah "POLISI TELAH KEMBALI MELAKUKAN PELANGGARAN HAM BERAT," terhadap masyarakat Papua.

Sabtu, 15 Mei 2010

Acara pemilihan Badan Pengurus Baru Anjungan Merauke

Acara pemilihan Badan Pengurus Baru Anjungan Merauke 

Hari: Sabtu,15/05/2010
Pukul,07:00 malam Waktu Papua Barat
Tempat: Anjungan Merauke

Dalam pertemuan pada hari ini sabtu,15-Mei-2010 adalah membentuk Badan Pengurus Formatur terpilih penghuni Anjungan Merauke. Agenda pertemuan ini dimulai pada pukul,07:15 malam Waktu Papua Barat,pertemuan ini untuk mempersiapkan pemilihan dan pelantikan badan pengurus Anjungan Merauke.

Acara ini di pimpin oleh tiga orang penghuni anjungan Merauke adalah:
1. Bapak Guru Petrus.Hero
2. Max.Muyak
3. Pius.Koweng
Dari ketiga penanggung jawab tersebut, masing-masing memiliki tugas dan fungsi yang berbeda antara mereka bertiga adalah sebagai berikut:
Ketua: Pius.Koweng
Wakil:Max.Muyak
Sekertaris: Petrus Hero

Acara pembukaan di bawahkan oleh:
Bapak Guru Petrus.Hero
Doa di bawahkan oleh: 
Saudara Tot Mayers.Fonata
Dan pertemuan ini dilamjutkan dengan pembagian materi kriteria bakal calon ketua antara lain:
1. Berwibawah
2. Mempunyai jiwa kepemimpinan
3. Siap menerima kritik dan saran dari penghuni anjungan merauke maupun simpatisannya.
4. Bakal calon harus netral dalam menghadapi masalah internal penghuni anjungan merauke.
5. Aktif Kuliah
6. Bersikap dewasa dalam hal berpikir,bertindak dan berbicara
7. Sopan dan suka bergaul.
8. Bertabggung jawab menghimpun seluruh penghuni anjungan Merauke dan mampu menyelesaikan masalah-masalah yang menyangkut keamanan dan ketertiban di dalam Anjungan Merauke.
9. Bakal calon harus netral dalam menghadapi masalah menyangkut mabuk-mabukan atau minuman keras (Miras), pengrusakan fasilitas Anjungan Merauke yang telah tersedia.

Setelah membagikan dan membacakan Kriteria Bakal Calon,acara selanjutnya dapat di lanjutkan dengan:

Tata Cara Pemilihan
1. Peserta di berikan kesempatan untuk membentuk kelompok dengan nomor urut 1,2 dan 3 sesuai kesepakatan anggota forum anjungan Merauke.
2. Dalam Pemilihan tersebut dapat di lihat dan di sesuaikan jumlah peserta pada daftar absensi yang ada.
3. Melalui pertimbangan Quota forum yang ada, peserta di beritahukan dan diarahkan membentuk tiga kelompok, masing-masing komisi A,B dan C
4. Dari hasil pemilihan masing-masing komisi yang ada adalah:
1. Komisi A mengajukan bakal calon terkuatnnya adalah:
- Benidiktus Marlan
2. Komisi B mengajukan calon berdasarkan kesepakatan bersama yaitu:
- Petrus.Hero
3. Komisi C mengajukan calon terkuatnya berdasarkan berbagai pertimbangan dari berbagai aspek adalah:
- Saudara Yosep Diminggus.Tombi

Dari ketiga calon yang telah di pilih dan diajukan kepada Badan Pengurus Formatur,di persilahkan berdiri di depan forum dan diminta kesediaan,kemudian dilanjutkan dengan pembacaan kriteria bakal calon. Dalam pemilihan Ketua,Wakil Ketua dan Sekertaris berjalan secara demokratis,aman dan tertib sesuai jumlah peserta penghuni Anjungan Merauke yang hadir pada hari ini.

Pada saat pembacaan nama-nama surat suara yang telah melakukan pemilihan langsung,di saksikan oleh dua orang anggota peserta pemilihan yang di tunjuk langsung oleh forum. Dari hasil rekapitulasi jumlah suara yang ada,suara terbanyak di raih oleh:
1. Yosep Dominggus Tombi dengan jumlah suara= 18 suara
2. Beni Marthen dengan jumlah suara= 15 suara
3. Pak Petrus.Hero dengan jumlah suara= 1 suara

Dengan rekapitulasi perhitngan suara yang ada, suara terbanyak dapat menjabat sebagai ketua penghuni anjungan Merauke,sementara yang kedua menempati posisi sebagai ketua dan yang ketiga sebagai sekertaris. Untuk pelantikan penyerahan SK kepada pengurus yang lama kepada pengurus yang baru akan di diskusikan oleh Badan Formatur pada waktu-waktu yang akan datang,berdasarkan kesepakatan forum.

Rabu, 12 Mei 2010

Hasil Pengamatan Di Kabupaten Keerom Kampung Swakarsa

Hasil Pengamatan Di Kabupaten Keerom Kampung Swakarsa

Hari: Jumad,29-April-2010
Tempat: Kabupaten Keerom Kampung Swakarsa

Air merupakan sumber kehidupan bagi semua makluk di permukaan bumi dalam melangsungkan hidup secara regenerasi. Tanpa air semua makluk hidup akan mati karena kekurangan oksigen HO2 dalam tubuh manusia,hewan & tumbuh-tumbuhan. Air suda tentu bukan lagi kebutuhan sekunder,tersier,tetapi air meupakan kebutuhan primer yang di butuhkan setiap manusia dalam menjalani hidup & melakukan aktivitas sehari-hari. Namun sadar maupun tidak sadar sedang melakukan suatu tindakan "pencemaran lingkungan" dengan berbagai aktivitas pembangunan di berbagai sektor yang mengarah pada kerusakan lingkungan.

Sebuah pembangunan yang sedang berlangsung di Kabupaten Keerom pada umumnya dan pada khususnya di kampung Swakarsa Kabupaten Keerom, telah terjadi kerusakan lingkungan alam sekitarnya secara khusus dan pada umumnya di Kabupaten Keerom yang dilakukan oleh tindakan manusia non-Papua. Salah satu fakta yang di temukan dalam ekosistem air adalah hampir semua warga masyarakat di Kampung Swakarsa Kabupaten Keerom rata-rata membuang limbah Organik & Non-Organik ke sungai seperti limbah kaleng-kalengan,plastik-plastik,botol-botol dan kotoran manusia,kotoran binatang,kayu-kayu & daun-daun. 

Rata-rata di Kabupaten Keerom, pemerintah kurang memperhatikan lingkungan hidup,pemerintah Kabupaten Keerom banyak mengurus kepentingan bisnis kelompok mereka ketimbang memperhatikan dan mempertahankan lingkungan hidup yang ada.Pada kesempatan lain,pemerintah Kabupaten Keerom lebih banyak mengurus politik, kepentingan membagi-bagikan uang antara sesama kelompok mereka di tingkat atas,tanpa melihat kondisi daerah yang suda rusak oleh ulah manusia Non-Papua dengan berbagai bentuk kerusakan lingkungan,termasuk salah satunya adalah Ilegal loging.Setiap malam sekitar pukul 02:45 mala Waktu Papua Barat,banyak truk-truk yang lewat dengan penuh muatan kayu balok & papan, di tutupi dengan terpal diatasnya.

Selasa, 30 Maret 2010

Natal Mengundang Konflik

Minggu, 10 Januari 2010

Natal Mengundang Konflik

Natal Mengundang Konflik

Jayapura-Natal masyarakat,Pemuda,Mahasiswa-Mahasiswi berakhir dengan komflik mulut.Di tempat pesta natal yang berlangsung dengan meriah,pesta kegiatan natal tersebut berlangsung pada tanggal 9 Januari 2010,pukul,07:45 sampai selesai.Namun kegiatan yang sangat meriah ini menuai aksi protes dari sebagian masyarakat Boven Digoel,sekitar 40% masyarakat Boven Digoel keberatan dengan adanya kegiatan natal yang di selenggarakan sedangkan sebagian masyarakat Boven Digoel sekitar 60 % menerima pesta natal dengan penuh hikmat.Tetapi masyarakat ada sekitar 40 % masyarakat ini memilih untuk tidak menyelenggarakan natal lagi,bahkan masyarakat mengeluh dengan porsi makan yang dtempatkan dalam kotak,dan juga lauk-pauknya kurang tepat untuk di konsumsi oleh para undangan,tidak hanya itu,masyarakat bertanya-tanya dengan sumbangan yang mereka berikan dari hasil jeri paya mereka,tapi menu makannya kurang memuaskan.Selain itu ada juga kelompok pemuda,mahasiswa-mahasiswi,baik mahasiswa reguler maupun inreguler(Tugas Belajar)menyampaikan hal yang sama pulah bahwa perkembangan pembanguan di Papua ini begitu cepat,maka kita harus berpikir tentang nasib dan kemajuan kita serta generasi kedepannya,melainkan bukan natal ini di jadikan sebagai ajang kepentingan atau sekedar seremonial belaka,tetapi dengan momen natal tersebut dapat kita menciptakan dasar-dasar pemikiran baru yang dapat membawah perubahan-perubahan bagi polah pikir masyarakat boven digoel,perubahan yang bisa dapat di lihat,dapat di rabah dan di konsumsi bersama demi masa depan manusia boven digoel.

Natal Mengundang Konflik

Minggu, 10 Januari 2010

Natal Mengundang Konflik

Natal Mengundang Konflik

Jayapura-Natal masyarakat,Pemuda,Mahasiswa-Mahasiswi berakhir dengan komflik mulut.Di tempat pesta natal yang berlangsung dengan meriah,pesta kegiatan natal tersebut berlangsung pada tanggal 9 Januari 2010,pukul,07:45 sampai selesai.Namun kegiatan yang sangat meriah ini menuai aksi protes dari sebagian masyarakat Boven Digoel,sekitar 40% masyarakat Boven Digoel keberatan dengan adanya kegiatan natal yang di selenggarakan sedangkan sebagian masyarakat Boven Digoel sekitar 60 % menerima pesta natal dengan penuh hikmat.Tetapi masyarakat ada sekitar 40 % masyarakat ini memilih untuk tidak menyelenggarakan natal lagi,bahkan masyarakat mengeluh dengan porsi makan yang dtempatkan dalam kotak,dan juga lauk-pauknya kurang tepat untuk di konsumsi oleh para undangan,tidak hanya itu,masyarakat bertanya-tanya dengan sumbangan yang mereka berikan dari hasil jeri paya mereka,tapi menu makannya kurang memuaskan.Selain itu ada juga kelompok pemuda,mahasiswa-mahasiswi,baik mahasiswa reguler maupun inreguler(Tugas Belajar)menyampaikan hal yang sama pulah bahwa perkembangan pembanguan di Papua ini begitu cepat,maka kita harus berpikir tentang nasib dan kemajuan kita serta generasi kedepannya,melainkan bukan natal ini di jadikan sebagai ajang kepentingan atau sekedar seremonial belaka,tetapi dengan momen natal tersebut dapat kita menciptakan dasar-dasar pemikiran baru yang dapat membawah perubahan-perubahan bagi polah pikir masyarakat boven digoel,perubahan yang bisa dapat di lihat,dapat di rabah dan di konsumsi bersama demi masa depan manusia boven digoel.

Komentar Tentang Kita

Selasa, 15 Desember 2009

KOMENTAR TENTANG KITA


Port-Numbay,Manusia Papua dari berbagai macam golongan ras,suku bangsa memiliki satu karakter yang baru dan sulit di roba karena doktrin-doktrin sionisme Yahudi. Hal ini dilakukan oleh budak-budak pengetahuan sionisme Yahudi ke seluruh pelosok Tanah Papua ketika orang Papua masih tergolong kedalam kelompok primata (Purba kala/Kera setengah manusia) itu. Dari keterangan singkat diatas menunjukan bahwa manusia Papua dari berbagai golongan ras dan suku bangsa ini awal mulanya mengenal budaya tulis-menulis oleh para budak pengetahuan sionisme Yahudi dengan alasan global, yaitu misi Yesus Kristus adalah "penyelamat Umat manusia di Dunia," terutama di Papua, alasan utama inilah yang mereka sampaikan kepada kelompok besar ras primata papua ini, sehingga manusia Papua percaya bahwa mereka suku bangsa barat ini adalah manusia yang baik hati,manusia barat ini dia beri kita keselamatan,pengetahuan,jadi jangan marah dia,jangan pukul mundur dia, karena tujuan utama mereka adalah menyalamatkan kami dari bahaya kepunahan, maka mereka mempunyai kemauan keras datang ke papua. Tetapi setelah beberapa abad kemudian, manusia Papua dari berbagai macam ras ini belum memiliki kesadaran penuh, melainkan berkat Ilmu pengetahuan Sionisme Yahudi ini berhasil mengubah karakter asli menjadi karakter yang pandai memaafkan umat manusia yang membahayakan ini. Padahal maksud dan tujuan mereka (Visi-Misi) adalah:Tujuan Pertama adalah mencari Harta Karun Manusia Papua baik di pesisir pantai utara,pantai selatan,maupun Papua pegunungan tengah & Papua Pegunungan Selatan. Tujuan Kedua adalah melakukan Survei secara skala besar maupun kecil,terutama survei tentang Sumber Daya Alam Nabati,Sumber Daya Alam Hewani (Flora and Fauna),maupun Sumber Daya Alam dalam dasar tanah, sebagai bahan penelitian untuk dikemudian hari akan dikelolah secara besar-besaran seperti sekarang yang dapat kita rasakan penderitaannya secara bersama-sama dan menikmati hasil Limbah adalah PT.Freeport,Perusahaan Kayu oleh PT.Korindo di daerah/wilayah Masyarakat Adat Boven Digoel. Namun berkat keturunan Primata dengan Folume Otak di bawah 90 CC ini mereka tidak bisa secara cepat, apa yang sedang manusia barat lakukan di atas tanah adatnya ini. Mereka hanya dapat mengakui ajaran bangsa barat, tapi tidak dapat mengakui pesan-pesan moyang,pesan-pesan teteh & neneh serta orang tua mereka. Karena menurut anggapan mereka itu kuno, tapi kalau bangsa barat boleh mereka itu penyelamat,maka kita harus agung-agung kan mereka sepanjang abad. Kutep woooo,,,,,,,,,-by ANIS.OROBKAMAN

Minggu, 10 Januari 2010

Natal Mengundang Konflik

Natal Mengundang Konflik

Jayapura-Natal masyarakat,Pemuda,Mahasiswa-Mahasiswi berakhir dengan komflik mulut.Di tempat pesta natal yang berlangsung dengan meriah,pesta kegiatan natal tersebut berlangsung pada tanggal 9 Januari 2010,pukul,07:45 sampai selesai.Namun kegiatan yang sangat meriah ini menuai aksi protes dari sebagian masyarakat Boven Digoel,sekitar 40% masyarakat Boven Digoel keberatan dengan adanya kegiatan natal yang di selenggarakan sedangkan sebagian masyarakat Boven Digoel sekitar 60 % menerima pesta natal dengan penuh hikmat.Tetapi masyarakat ada sekitar 40 % masyarakat ini memilih untuk tidak menyelenggarakan natal lagi,bahkan masyarakat mengeluh dengan porsi makan yang dtempatkan dalam kotak,dan juga lauk-pauknya kurang tepat untuk di konsumsi oleh para undangan,tidak hanya itu,masyarakat bertanya-tanya dengan sumbangan yang mereka berikan dari hasil jeri paya mereka,tapi menu makannya kurang memuaskan.Selain itu ada juga kelompok pemuda,mahasiswa-mahasiswi,baik mahasiswa reguler maupun inreguler(Tugas Belajar)menyampaikan hal yang sama pulah bahwa perkembangan pembanguan di Papua ini begitu cepat,maka kita harus berpikir tentang nasib dan kemajuan kita serta generasi kedepannya,melainkan bukan natal ini di jadikan sebagai ajang kepentingan atau sekedar seremonial belaka,tetapi dengan momen natal tersebut dapat kita menciptakan dasar-dasar pemikiran baru yang dapat membawah perubahan-perubahan bagi polah pikir masyarakat boven digoel,perubahan yang bisa dapat di lihat,dapat di rabah dan di konsumsi bersama demi masa depan manusia boven digoel.