Rabu, 30 Juni 2010

Solidaritas Rakyat Papua Tolak MIFEE (SORPATOM)

Solidaritas Rakyat Papua Tolak MIFEE
(SORPATOM)
Sekretariat : Aspuri Maro, Kompleks Muyu-Mandobo, Padang Bulan - Abepura

Siaran Pers
No.  01/VI/2010

Program MIFEE (Merauke Integrated Food and Energy Estate) telah dicanangkan secara resmi oleh Bupati Merauke, Jhon Gluba Gebze pada perayaan HUT kota Merauke ke 108 tanggal 12 Februari 2010. MIFEE atau pengembangan produksi pangan yang dilakukan secara terintegrasi mencakup pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan di Merauke, dicanangkan guna membuat program srategis yang berorientasi eksport. Proyek MIFEE melibatkan 32 Investor yang bergerak di bidang perkebunan, pertanian tanaman pangan, perikanan darat, peternakan, konstruksi, dan industri pengolahan kayu. Proyek ini akan beroperasi di hampir semua distrik di Merauke dan 1 distrik masing-masing di Mappi  dan Boven Digoel. Lahan seluas 1.616.234,56 Hektar yang kaya akan kayu alam, binatang dan sumber makanan pokok satu-satunya bagi kaum pribumi setempat itu akan dihancurkan dan digantikan dengan perkebunan kelapa sawit, kedelai, jagung, industri kayu, perikanan darat dan peternakan  guna memenuhi  semua kebutuhan Imperialis, Borjuasi Besar Komprador (Konglomerat) dan Kapitalis Birokrat (Pejabat Pemerintah).

MIFEE, bertolak belakang dengan propaganda sepihak para penggagasnya,  merupakan wujud penghancuran terhadap komunitas masyarakat adat pemilik hak ulayat atau Tuan Tanah Tipe Lama (Tipe 1) di kabupaten Merauke, Mappi dan Boven Digoel oleh Tuan Tanah Tipe 2 (32 Investor) dan Tuang Tanah Tipe 3 (Pemerintah RI). Tuan Tanah Tipe 2 dan Tuan Tanah Tipe 3 adalah perpanjangan tangan dari Imperialis AS. Mereka mendapat sokongan dana dari Imperialis dan bersarang dalam lingkaran oligarki finansial. Tugas Tuan Tanah Tipe 2 dan Tuan Tanah Tipe 3 adalah menyediakan semua yang dibutuhkan oleh Imperialis : bahan mentah murah bagi industri  Imperialis, upah buruh murah dan wilayah dengan jumlah penduduk yang terkonsentrasi sebagai pasar potensial bagi barang-barang produksi Imperialis.

Pemerintahan Boneka Imperialis saat ini adalah Rezim Fasis Reaksioner SBY-Boediono yang menjadi Tuan Tanah Tipe 3. Rezim  Fasis Reaksioner  SBY-Boediono yang memegang tampuk pemerintahan Republik Indonesia saat ini adalah Tuan Tanah Besar di Indonesia karena kedudukannya sebagai penguasa di seluruh Nusantara.  Dalam konteks Papua, Rezim Fasis Reaksioner SBY-Boediono adalah  Tuan Tanah Tipe  3.  Rezim ini anti-rakyat dan tugasnya adalah : (1) membuat undang-undang,  peraturan pemerintah dan Inpres (payung hukum) dan jasa legislasi di Parlemen untuk meloloskan semua kepentingan Tuan Tanah Tipe 2 dalam rangka merampas semua tanah milik Tuan Tanah Tipe 1; (2) bersama Tuan Tanah Tipe 2 merancang dan mempraktekkan sewa tanah yang dimanipulasi dengan berbagai istilah seperti Kontrak Karya, Biaya HGU, Biaya HGB, Biaya HTI, Biaya HPH dan berbagai macam retribusi; (3) mengontrol produksi secara langsung melalui PT Perkebunan Nusantara yang memiliki 14 Perusahaan Induk dan Perhutani yang berkedok Hutan Tanaman Industri; (4)  menyediakan alat reaksioner (TNI-Polri) untuk melindungi semua keputusannya sambil mengintimidasi dan menjaga serta memastikan agar Tuan Tanah Tipe 2 tidak boleh diserang oleh Tuan Tanah Tipe 1 yang tanahnya dirampas maupun oleh buruh murah yang tenaganya diperas oleh Tuan Tanah Tipe 2.

Beberapa payung hukum yang dibuat oleh Tuan Tanah Tipe 3 antara lain : (1) Undang-Undang (UU) Nomor  27 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, (2) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah, (3) Peraturan Pemerintah (PP) 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Nasional (RTRWN), (4) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2  Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak dari penggunaan Kawasan Hutan untuk Kepentingan di Luar Kegiatan Kehutanan, (5) Peraturan Pemerintah (PP) No 24/2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan, (5) Peraturan Pemerintah (PP) No 10/2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, (6) Inpres No.5 tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi tahun 2008-2009 dan (7) Raperda Kabupaten Merauke Tahun 2009 Tentang Merauke Integrated Food and Eenergy Estate  yang dibuat oleh Pemkab Merauke.

Rezim Fasis Reaksioner sebelumnya yaitu Soeharto sampai Megawati Soekarnoputri kemudian SBY-JK dan Rezim Fasis Reaksioner saat ini SBY-Boediono sebagai Tuan Tanah Tipe 3 membuat dan menerapkan Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), Instruksi Presiden (Inpres) dan Peraturan Daerah (Perda) yang disebutkan diatas dengan satu tujuan yaitu merampas tanah adat milik Tuan Tanah Tipe 1 di Merauke, Mappi dan Boven Digoel dan memberikannya secara bertahap kepada Tuan Tanah Tipe 2 agar tanah dan kekayaan alam bisa dikelola melalui proyek MIFEE sesuai skema dan petunjuk langsung dari tuan Imperialis mereka.

Sedikitnya 4 juta orang akan didatangkan dari luar Papua untuk bekerja sebagai buruh-tani dalam proyek MIFEE. Ini artinya akan ada pertambahan penduduk sekitar 4 juta buruh-tani + 4 juta (suami/istri buruh-tani) + 8 juta (2 orang anak mereka sesuai standar KB) + 8 juta (2 orang kerabat buruh-tani) = 24 juta orang. Dengan jumlah populasi penduduk pribumi Merauke yang hanya sekitar 52.413 orang atau sekitar 30% dari 174.710 total penduduk Kabupaten Merauke (Papua dan Non Papua) maka dapat dipastikan bahwa genosida atau pemusnahan komunitas pribumi akan terjadi secara spontan.

Dampak negativ dari proyek MIFEE saat ini mulai dirasakan masyarakat setempat. Di Kampung Boepe, Distrik Kaptel kabupaten Merauke, masyarakat pribumi sudah mulai kesulitan mendapatkan kayu bakar, binatang buruan, air bersih dan makanan pokok mereka yaitu Sagu. Hal ini karena PT Medco Papua Industri Lestari, salah satu Anak Perusahaan Medco Group ini sudah membabat habis hutan dan sumber-sumber makanan bagi  masyarakat setempat. Selain itu limbah hasil Pengolahan Kayu Serpih dibuang di sungai sehingga mencemari sumber air satu-satunya di Kampung Boepe.

Salah satu kejahatan Tuan Tanah Tipe 2 dan Tuang Tanah Tipe 3 dalam kasus MIFEE yang sulit diterima akal sehat adalah penipuan terang-terangan terhadap Tuan Tanah Tipe 1.  Mereka membayar ganti rugi hanya Rp. 8,- /M2 , sebuah nilai yang lebih murah dari harga 1 buah pisang goreng.  Dari data-data yang dikumpulkan oleh beberapa aktivis LSM di Merauke, diketahui bahwa dana ganti rugi memang berjumlah Milyaran Rupiah, tetapi setelah dibagi kepada semua anggota Komunitas Tuan Tanah Tipe 1, setiap orang hanya mendapat Rp. 200.000 sampai Rp. 300.000. Angka ini jelas tidak sebanding dengan keuntungan yang akan diperoleh oleh Imperialis, Borjuasi Besar Komprador (Konglomerat) dan Kapitalis Birokrat (Pejabat Pemerintah) dari proyek MIFEE. Penghancuran hutan dan sumber-sumber makan milik  masyarakat pribumi (Tuan Tanah Tipe 1) tidak lain adalah cara kaum Imperialis, Borjuasi Besar Komprador (Konglomerat) dan Kapitalis Birokrat (Pejabat Pemerintah) untuk menjebak mereka supaya menggantungkan hidupnya dengan menjadi buruh-tani dengan upah murah dalam proyek MIFEE.

Berdasarkan uraian fakta-fakta diatas, kami yang tergabung dalam Solidaritas Rakyat Papua Tolak MIFEE (SORPATOM) menyatakan :

“Menolak kehadiran MIFEE di Wilayah Merauke, Mappi dan Boven Digoel karena MIFEE merupakan cara jitu yang dipakai oleh Tuan Tanah Tipe 3 dan Tuan Tanah Tipe 2  untuk merampok tanah dan hutan kami untuk kepentingan Imperialis”

Jayapura, 25 Juni 2010


Solidaritas Rakyat Papua Tolak MIFEE
(SORPATOM)




Diana Gebze                 Yairus Ambon
 Ketua                             Sekretaris

Rabu, 16 Juni 2010

Sidang Pleno MRP dan DAP Berlangsung Selama Tiga Hari Di Kantor MRP Kota Raja Luar

 Hari: Selasa,16/06/2010
Pukul,10:00 Waktu Papua Barat
Tempat: Kantor MRP-Kota Raja Luar

   Sidang Pleno tentang Evaluasi Otonomi Khusus (OTSUS) selama Delapan Tahun dan Evaluasi Kinerja Majelis Rakyat Papua (MRP) berlangsung selama dua (2) hari pada tanggal 09-10 Juni 2010,di Kota Raja Luar,tepatnya di kantor Majelis Rakyat Papua (MRP). Dalam kegiatan yang berlangsung sangat tertib dan sistematis.Pada Sidang Pleno ke-I menghadirkan berbagai materi dari berbagai pihak yang berkompeten dengan materi dari berbagai perspektif hukum,akademisi,politisi,agamawan dan Adat. Pada sidang pleno istimewa tersebut di hadiri oleh Tujuh Wilayah Dewan Adat di setiap Kabupaten yang datang memenuhi undangan.Namun sayangnya dari Eksekutif dan Legislatif Propinsi Papua tidak dapat menghadiri sidang pleno ke-I yang di selenggarakan lebih awal pada kegiatan hari pertama.Mereka yang tidak hadir dalam acara tersebut adalah Ketua DPRP Jhon Ibo dan Gubernur Propinsi Papua,tetapi di wakili oleh Asisten I Sekda Propinsi Papua,maka ini merupakan awal dari aksi protes dilakukan oleh peserta undangan maupun peserta yang hadir di luar pada saat itu.Maksud dari pada rakkyat bangsa papua adalah Gubernur dan Wakil Gubernur serta Ketua DPRP harus hadir dalam sidang pleno Ke-I dan II untuk dapat mempertanggungjawabkan kinerja MRP selama Lima Tahun  dan Evaluasi Otsus selama Delapan Tahun.Alasannya adalah mereka merupakan Inisiator utama Otsus di tanah papua pada Konggres Papua dua tahun 2000 di gedung Olah Raga Cenderawasih Jayapura,dimana Barnabas Suebu pernah sosialisasi tentang manfaat Otonomi Khusus bagi Orang Papua, secara terbuka dan gamblang di hadapan Rakyat Bangsa Papua Barat. Walaupun situasi sempat tegang antara Rakyat Bangsa Papua dan Panitia Sidang Pleno ke-I Majelis Rakyat Papua,namun situasi aman kembali. Masing-masing Dewan Adat Wilayah menyampaikan kajiannya tentang Implementasi Otsus di tanah Papua dari berbagai aspek yaitu Aspek Sosial Politik,Aspek Hukum dan HAM, Aspek Agama, Aspek Budaya, Aspek Pendidikan Ekonomi,Pendidikan dan Kesehatan. Dari hasil kajian yang ada di setiap wilayah adat menunjukan bahwa Implementasi "Otsus di Papua Gagal Total" di berbagi aspek,maka sikap sikap setiap Dewan Adat Wilayah menolak dengan tegas adanya Otsus di tanah Papua,karena dengan kehadiran Otsus di tanah Papua malah merugikan Manusia Papua dari berbagai aspek.

  Selanjutnya Sidang Pleno Kedua dapat dilanjutkan dengan sidang komisi-komisi yang membahas tentang masalah-masalah sebagaimana telah diulas pada sidang pleno ke-I dari setiap aspek. Komisi-komisi yang di bentuk adalah komisi A,B,C,D,E dan F, dari hasil pembahasan sidang komisi-komisi melahirkan berbagai hasil kajian sementara kemudian di rekomendasikan oleh komisi F dan hasil kajian yang ada di bacakan oleh setiap Ketua-Ketua Komisi. Meskipun sidang pleno terus berlangsung,namun menuai berbagai aksi protes dari berbagai Elemen masyarakat yang menanti hasil sidang pleno di luar ruangan kantor MRP,agar hasil sidang pleno ke-I dan II tidak dapat di politisir oleh kelompok kepentingan manapun,bahkan Komite Nasional Papua Barat melakukan Aksi Demo damai di depan kantor MRP dengan tujuan agar hasil tersebut tidak di politisir dan menuntut Referendum bagi Rakyat Bangsa Papua Barat.

  Hasil Rekomendasi tersebut di serahkan kepada Tim Perumus yang diambil oleh berbagi daerah,tetapi yang tidak di masukan adalah dari Boven Digoel. Walaupun demikian pembagian tugas kerja yang kurang adil itu tetap berjalan seperti biasa,tanpa ada ketimpangan. Pengumuman hasil Sidang Pleno ke-I dan II dilaksanakan pada hari: Selasa,16/06/2010 pada pukul 10:00 Waktu Papua Barat,bertempat di Kantor MRP Kota Raja Luar, di hadiri oleh undangan dari berbagai wilayah di tanah Papua Barat. Dalam Sidang Pleno terbuka itu,pesrta yang hadir di luar gedung sidang MRP sedikitnya 2000-an lebih. Pembacaan hasil sidang pleno ke-I dan II pada sidang pleno terbuka oleh Anggota Sekertaris MRP dan di sahkan oleh Ketua MRP Agus Alue Alua. Rencana untuk menghantarkan hasil Sidang Pleno Terbuka pada hari ini tanggal 16 Juni Tahun 2010, bersama-sama seluruh Rakyat Bangsa Papua Barat. Sementara Massa Rakyat Papua yang hadir bahkan sedang bersiap-siap,tetapi melalui hasil kesepakatan bersama dari setiap ketua-ketua Elemen pergerakan bahwa hasil sidang pleno tersebut akan diantarkan pada hari jumad,tanggal 19 Juni Tahun 2010. Maka peserta undangan maupun seluruh Rakyat Bangsa Papua yang hadir di arahkan untuk pulang dengan tertib ke rumah masing-masing.